Main Article Content

Abstract

Lampasau (Diplazium esculentum Swartz) memiliki khasiat sebagai obat tradisional yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menguji ekstrak etanol herba lampasau sebagai alternatif obat luka pada kulit tikus dan skrining senyawa fitokimia yang berperan sebagai obat luka. Hewan uji yang digunakan sebanyak 25 ekor tikus jantan yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu Kelompok A (-), B (+), dan kelompok perlakuan yaitu salep ekstrak herba lampasau konsentrasi 10% (C), 15 % (D) and 20% (E). Semua hewan uji dilukai sepanjang 1,5 cm. Luka dioles 2 kali sehari dengan menggunakan betadine salep (kontrol positif) dan luka dioles 2 kali sehari dengan menggunakan ekstrak etanol herba lampasau. Pengamatan luka dilakukan setiap hari (hari ke-0 sampai hari ke-7). Hasil pengujian menunjukkan bahwa ektrak etanol herba lampasau dengan konsentrasi 20% memiliki aktivitas penyembuhan luka lebih baik dari pada ektrak etanol herba lampasau konsentrasi 10% dan 15%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol herbal lampasau dapat berpotensi sebagai alternatif obat lukasayatan karena telah menunjukkan aktivitas penyembuhan luka pada kulit tikus.

Article Details

References

  1. Anief, M. 1997. Formulasi Obat Topikal Dengan Dasar Penyakit Kulit. Gajah Mada University Press : Yogyakarta.
  2. Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan : Jakarta.
  3. Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. ITB Press : Bandung.
  4. Iwan, J & N. Atik. 2010. Perbandingan Pemberian Topikal Aqueous Leaf Extract of Carica Papaya (ALEC) dan Madu Khaula Terhadap Percepatan Penyembuhan Luka Sayat pada Kulit Mencit (Mus musculus). MKB. 42 :76-81.
  5. Kaushik A., J. J. Kaushik, A. Das, S. Gemal & D. Gaim. 2011. Preliminary Studies on Anti-Inflammatory Activities of Diplazium esculentum in Experimental Animal Models. IJPSR.Vol. 2(5): 1251-1253.
  6. Klokke. 1980. Pedoman Untuk Pengobatan Luar Penyakit Kulit. PT. Gramedia : Jakarta.
  7. Miean, K. H. & S. Mohamed. 2001. Flavonoid (Myricetin, Quercetin, Kaempferol, Luteolin and Apigenin) Content of Edible Tropical Plants. J. Agric. Food Chem. 49 (6): 3106–3112.
  8. Morison, J. 2003. Manajemen Luka. EGC : Jakarta.
  9. Pribadi, P., E. Latifah & Rohmayanti. 2014. Pemanfaatan Perasan Buah Kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook. & Thomson) Sebagai Antiseptik Luka. Pharmaciana, 4 : 177-183.
  10. Pongsipulung, G. 2012. Formulasi dan Pengujian Salep Ekstrak Bonggol Pisang Ambon (Musa Paradisiaca var. sapientum (L)) Terhadap Luka Terbuka Pada Kulit Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus). F. MIPA Universitas Sam Ratulangi, Manado [skripsi].
  11. Renaldi. 2011. Kajian Farmakognostik Tumbuhan Lampasau (Diplazium esculentum Swartz) Asal Kapuas, Kalimantan Tengah. FMIPA Univrsitas Lambung Mangkurat. [skripsi].
  12. Robinson. T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah: Padmawinata, K. Penerbit ITB : Bandung.
  13. Sari, L. O. R. K. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, III: 1-7.